(
KAIDAH KE 12 )
إِنَّ الْوَاوَ وَالْيَاءَ السَّاكِنَتَيْنِ لاَ تُبْدَلاَنِ آلِفًا إِلاَّ إِذَا كَانَ سُكُوْنُهُمَا غَيْرَ أَصْلِيٍّ بِأَنْ نُقِلَتْ حَرْكَتُهُمُا اِلَى مَا قَبْلَهُمَا نَحْوُ أَجَابَ وَ أَبَانَ أَصْلُهُمَاُ أَجْوَبَ وَ أَبْيَنَ.
Sesungguhnya
Wawu dan Ya’ yang mati,keduanya tidak boleh diganti Alif, kecuali jika matinya
tidak asli,dengan sebab pergantian harokat Wawu dan Ya’ pada huruf sebelumnya (lihat
kaidah ke 2). Contoh: أَجَابَ dan أَبَانَ asalnya
أَجْوَبَ dan أَبْيَنَ.
Praktek
I’lal:
أَجَابَ
أَجَابَ asalnya
أَجْوَبَ mengikuti wazan أَفْعَلَ harokat Wawu dipindah pada huruf sebelumnya karena Wawu berharokat
dan huruf sebelumnya adalah huruf shohih yang mati untuk mencegah beratnya
mengucapkan, maka menjadi أَجَوْبَ
(lihat kaidah I’lal ke 2).Kemudian Wawu diganti alif, karena asalnya Wawu berharokat
dan sekarang Wawu jatuh sesudah harokat Fathah (lihat kaidah ke 1). Maka
menjadi أَجَابَ.
أَبَانَ
أَبَانَ
asalnya أَبْيَنَ mengikuti wazan أَفْعَلَ harokat
Ya’ dipindah pada huruf sebelumnya karena Ya’ berharokat dan huruf sebelumnya
adalah huruf shohih yang mati, untuk mencegah beratnya mengucapkan,maka menjadi
أَبَيَْنَ (lihat kaidah ke 2).Kemudian Ya’ diganti Alif, karena asalnya
Ya’ berharokat dan sekarang Ya’ jatuh sesudah harokat fathah (lihat kaidah ke
1). Maka menjadi أَبَانَ.
0 comments:
Post a Comment